Rabu, 21 Desember 2011

Guru "Plus-Plus"

Guru dalam bahasa Jawa berarti orang yang digugu dan ditiru. Digugu dapat diartikan bahwa orang tersebut menjadi panutan. Dalam hal ini seorang guru hendaklah bisa menjadi panutan bagi peserta didik khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan ditiru artinya periaku seorang guru sebagai tauladan bagi perserta didiknya. Karena faktor ditiru itulah seorang guru sudah semestinya memiliki perangai yang baik karena baik secara langsung maupun tidak langsung perilaku seorang guru akan berdampak bagi peserta didik pada khususnya. Dampak tersebut bisa saja baik, dan bisa saja buruk, tergatung perilaku seperti apakah yang ditiru oleh peserta didik.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa seorang guru juga hanya manusia biasa yang bisa saja melakukan kesalahan kapanpun dan dimanapun. Namun justru karena hal itulah, hendaknya seorang guru selalu menjaga perilakunya baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah, baik terlihat oleh peserta didik maupun tidak.

Seorang guru atau pendidik –seperti yang telah sering kita dengar hendaknya memiliki paling sedikit 4 kompetensi sebagai pendidik, yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Kompetensi paedagogik berkaitan dengan kemampuan kognitif seorang pendidik. Kompetensi ini tentu penting bagi seorang guru yang bertugas mentransfer ilmu kepada peserta didiknya. Tanpa kemampuan kognitif yang mencukupi, maka seorang guru akan kesulitan dalam menyampaikan materi atau bahan ajar kepada para peserta didik. Adapun kompetensi profesional berupa pendidikan minimal yang wajib ditempuh oleh seorang guru. Dalam hal ini pendidikan yang ditempuh mestinya sesuai dengan mata pelajaran yang diampu oleh seorang guru. Kompetensi profesional ini memberika kewenangan kepada seorang guru untuk mengampu mata pelajaran tertentu. Tanpa adanya kompetensi profesinal ini maka seorang guru tidak memenuhi kualifikasi untuk mengampu suatu mata pelajaran yang tidak sesuai dengan spesifikasi pendidikannya. Atau dengan kata lain seorang guru seharusnya haya diperbolehkan mengampu mata pelajaran sesuai dengan spesifikasi pendidikannya saja. Sebagai contoh, seorang sarjana pendidikan sejarah tidak diperkenankan mengampu mata pelajaran kimia atau sebaliknya, seorang sarjana pendidikan kimia tidak diperkenankan mengampu mata pelajaran sejarah. Jika hal tersebut sampai terjadi, maka akan berakibat fatal bagi para peserta didik. Selain kedua kompetensi yang telah dijabarkan, seorang guru atau pendidik seharusnya juga memiliki kompetensi sosial. Kompetensi sosial ini menuntut seorang guru mampu bersosialisas dengan lingkungannya, baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan luar sekolah. Di lingkungan sekolah misalnya, seorang guru harus bisa bersosialisasi dengan rekan sesama guru, karyawan sekolah, dan peserta didik. Sedangkan di lingkungan luar sekolah hendaknya seorang guru dapat bersosialisasi dengan warga sekitar lokasi sekolah, wali murid, dan sebagainya. Adapun kompetensi kepribadian berkaitan dengan kematagan pribadi seorang guru atau pendidik. Sebagai contoh kecil, seorang pendidik hendaknya bisa bersikap lebih dewasa dibandingkan dengan peserta didiknya, lebih bisa mengayomi, dan sebagainya. Di sini akan lebih disoroti mengenai kompetensi kepribadian seorang pendidik.

Di sini, penulis akan mengangkat beberapa contoh kasus yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Untuk kasus pertama, berkaitan dengan sikap seorang pendidik ketika menyampaikan materi pelajaran. Dalam hal ini seorang guru dikatakan sebagai pendidik karena seorang guru baik di dalam maupun di luar kelas bertugas untuk mendidik peserta didiknya dengan keteladanan yang dimiliki seorang pendidik. Sering kita temui bahwa –entah sadar atau tidak seorang pendidik mengeluarkan kata-kata yang dapat menyakiti peserta didik. Hal seperti ini yang mungkin dianggap remeh oleh seorang pendidik, disadari atau tidak akan berdampak kepada peserta didik. Dampak yang mungkin terjadi adalah berkurangnya respect peserta didik terhadap pendidik yang kebanyakan berakibat menurunnya motivasi belajar peserta didik.

Kasus lain yaitu seorang guru membandingkan kemampuan peserta didik yang satu dengan yang lain. Biasanya memang seorang guru pasti cenderung menyukai beberapa peserta didik dibandingkan peserta didik yang lain. Walaupun guru tidak secara langsung membandingkan antara peserta didik yang satu dengan yang lain, terkadang sikap guru yang terlihat membedakan bisa dirasakan oleh peserta didik. Efek dari perlakuan seperti ini biasanya membuat peserta didik enggan belajar dan menunjukkan potensi dirinya karena merasa kurang diperhatikan oleh guru.

Beberapa perlakuan seperti di atas akan sangat membekas di benak peserta didik, sehingga ada beberapa guru yang disebut “the killer” oleh peserta didik karena perlakuannya yang kurang menyenangkan dan kurang bisa diterima oleh peserta didik. Biasanya yang mendapat julukan “the killer” adalah guru yang menurut peserta didik adalah guru yang “galak” baik selama proses pembelajaran maupun dalam interaksinya di lingkungan sekolah.

Memang berat tugas seorang pendidik yang harus mentransfer ilmu sekaligus mentransfer nilai (transfer of knowledge and transfer of value). Namun beginilah, ketika seseorang memutuskan untuk masuk ke bidang pendidikan, maka orang tersebut harus menjalankan perannya sebaik-baiknya. Dalam hal ini, tentu seorang guru yang memenuhi kompetensinya sangat dibutuhkan. Pentingnya peranan guru dapat disimak melalui analogi berikut ini, ketika seorang dokter melakukan malpraktek, maka resiko tertinggi adalah pasien yang ia tangani akan meninggal dan pengaruhnya hanya untuk pasien itu saja. Namun ketika seorang guru melakukan kesalahan dalam mengajar, maka berarti ia mengajarkan kesalahan kepada ratusan peserta didiknya dan bukan tidak mungkin kesalahan itu juga akan dilanjutkan hingga puluhan tahun setelah ia mengajarkannya. Tentu pengaruhnya akan sangat besar. Inilah mengapa guru harus benar-benar mengerti perannya sehingga ia akan berhati-hati dalam menyampaikan baik ilmu maupun nilai.

Seorang guru kimia, selain menguasai konsep juga harus mempunyai wawasan dalam hal psikologi. Ilmu psikologi sangat membatu seorang guru dalam memahami peserta didiknya dan membantu seorang guru dalam hal bersikap di hadapan peserta didik. Dari kasus yang telah disampaikan di atas, seorang guru kimia hendaknya tidak pernah membedakan peserta didiknya, tapi sebaliknya bersikap baik kepada peserta didik yang pandai maupun kurang pandai dan memberikan motivasi kepada mereka misalnya melalui cerita-cerita atau biografi tokoh-tokoh penemu dalam bidang kimia dan cara-cara reinforcement yang dapat meningkatkan minat peserta didik dalam pelajaran kimia dan tidak menganggap kimia itu sulit.

Bagi seorang guru Kimia khususnya yang notabene mengampu pelajaran yang menurut kebanyakan peserta didik merupakan pelajaran yang sulit, maka guru Kimia seharusnya lebih berperan sebagai motivator bagi para peserta didik. Di sini dibutuhkan kekreatifan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Untuk menjadi motivator yang baik, guru kimia hendaknya mengetahui kesulitan belajar yang biasanya dialami oleh peserta didik. Guru hendaknya menguasai ilmu psikologi pembelajaran dan memahami cara diagnosis kesulitan belajar terutama yang berhubungan dengan konsep-konsep kimia. Namun perlu digarisbawahi bahwa di sini guru menerapkan cabang ilmu psikologi tersebut hanya untuk menjaga sikap di hadapan peserta didik namun bukan untuk memecahkan masalah di luar pembelajara kimia agar tidak terjadi overlapping dengan peran guru yang berwenang memberikan bimbingan konseling.

Selain itu, guru hendaknya memperluas wawasan dalam hal psikologi anak dan remaja. Hal ini karena peserta didik yang dihadapi juga seorang manusia yang perlu perlakuan khusus dalam hal berkomunikasi. Dalam pembelajaran, komunikasi yang nyambung antara guru dengan peserta didik sangat dibutuhkan. Di sinilah pentingnya ilmu psikologi, yaitu membentuk pribadi seorang guru yang bisa berkomunikasi efektif dengan peserta didik, mengayomi mereka namun tidak bersikap menggurui sehingga peserta didik akan merasa nyaman.

Dengan memenuhi kompetensi-kompetensi yang telah diatur dalam SNP ditambah dengan kompetensi psikologi maka seorang guru dapat menjadi orang tua, guru, dan teman belajar bagi para peserta didik sehingga peserta didik lebih leluasa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Selasa, 05 Juli 2011

Kunang-Kunang dan Belantara

Rasanya cukup bijaksana

Membiarkan kunang-kunang mengepakkan sayap sesuka hatinya

Berputar, mengelilingi bukit indah yang ia damba

Sinar dari tubuhnya akan tetap ada

Menerangi sisi-sisi gelap belantara yang entah di mana ujungnya

Cukup bahagia memandang sinarnya menari-nari memecah kegelapan

Ia tak perlu tau

Ada tangis di sudut belantara,

Ada luka yang belum sepenuhnya terobati

Tak mengapa...

Sudah banyak yang ia korbankan untuk menerangi belantara dan menyembuhkan lukanya

Melihatnya menari untuk kebahagiaannya pun sudah cukup mengganti sakit yang masih tersisa

Zahra Zee